Tugas Aspek Hukum Dalam Ekonomi
HUKUM
KONTRAK DALAM JUAL BELI
SECARA
INTERNASIONAL
Mohammad
Anis
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan
Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan
MIMBAR YUSTITIA Vol. 4 No.1 April 2016
Hukum Dagang
Nama : Setiyowati Miranda (26215492)
Kelas : 2EB08
ABSTRAK
Dalam perdagangan Internasional,
transaksi tidak dapat dipisahkan dari kontrak. Hal ini tidak sederhana untuk
menghubungkan agen dalam bisnis Internasional. Kasus ini berkaitan dengan perbedaan
sistem hukum nasional, paradigma, dan peraturan ditetapkan sebagai penegak
aturan yang harus ditaati oleh agen masing-masing negara. Dengan adanya
penyatuan dan regulasi harmoni dan praktek melalui beberapa upaya, melalui
UPICCS dan CISG untuk Indonesia di The Codes Indonesia Sipil (KUHPerdata) yang
diharapkan dapat mengurangi perbedaan menjadi kendala bagi Indonesia serta ke
titik yang sama pandang yang berkurang agen untuk memenuhi kebutuhan hukum
dalam perjanjian transaksi Internasional. The pengelolaan hak dan kewajiban
antara penjual dan pembeli dalam perjanjian transaksi International, melakukan
perjanjian transaksi internasional untuk para agen dan sistem efek biaya
kompensasi kepada perjanjian terpenuhi transaksi berdasarkan UPICCs, konvensi
CISG dan KUHPerdata.
Kata Kunci: Perjanjian,
Perdagangan Internasional, UPICCs, CISG, KUHPerdata.
PENDAHULUAN
Adanya kegiatan jual beli dari tingkat
nasional meningkat menjadi kegiatan jual beli secara internasional, atau yang
dilaksanakan secara lintas negara dan sering disebut dengan perdagangan
internasional. Dalam transaksi perdagangan internasional ini tidak lepas dari
suatu perjanjian/kontrak. Perjanjian atau kontrak ini menjadi jembatan
pengaturan dari suatu aktivitas komersial. Karena
konteksnya perdagangan internasional, maka kontrak yang digunakan adalah kontrak
dagang internasional.
Menyatukan hubungan antara para
pihak dalam lingkup internasional bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini
menyangkut perbedaan sistem hukum nasional, paradigma, dan aturan hukum yang berlaku sebagai suatu aturan yang
bersifat memaksa untuk dipatuhi oleh para pihak di masing-masing negara.
Perbedaan sistem hukum memberikan pengaruh yang signifikan kepada masing-masing
negara dalam pembentukan hukum (undang-undang) yang mengatur mengenai kontrak
baik dari aspek formil maupun materiilnya. Hukum kontrak pada kenyataanya
sangat beragam karena adanya perbedaan sistem hukum di masing-masing negara
tersebut.
Pada
umumnya masing-masing negara yang terkait dalam transaksi perdagangan
internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk pada hukum di
Negara mereka,
dimana
setiap negara memiliki peraturan mengenai kontrak yang berbeda-beda.
Pada
mulanya upaya harmonisasi dilakukan oleh The International Institute for the
Unification of Privat Law (UNIDROIT). UNIDROIT adalah sebuah organisasi
antar pemerintah yang sifatnya independen. Lembaga UNIDROIT ini dibentuk
sebagai suatu badan pelengkap Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sewaktu LBB
bubar, UNIDROIT dibentuk pada tahun 1940 berdasarkan suatu perjanjian multilateral
yakni Statuta UNIDROIT (The UNIDROIT Statute). Lembaga UNIDROIT
ini berkedudukan di kota Roma dan dibiayai oleh lebih 50 negara yang
menginginkan perlunya unifikasi hukum dalam jual beli internasional.
UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (selanjutnya disebut
UPICCs) yang mengatur tentang Kontrak Komersial Internasional, pertama
kali diadopsi pada tahun 1994 dan direvisi pada tahun 2004, banyak digunakan
dalam praktek kontrak dan arbitrase internasional serta oleh pengadilan negeri
dan pengadilan arbitrase internasional untuk menafsirkan dan melengkapi baik
kontrak ketentuan dan hukum nasional yang relevan.
Sebagai
salah satu negara yang telah meratifikasi Prinsip-prinsip UNIDROIT
melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan Statute
of International Institute for The Unification of Private Law (Statuta Lembaga Internasional Untuk
Unifikasi Hukum Perdata), dimana
sejak tanggal 2 Januari 2009 Indonesia resmi menjadi anggota ke 63 dalam UNIDROIT melalui instrument aksesi
pada Lembaga UNDROIT,
oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
sebagai anggota UNIDROIT, Indonesia seharusnya
mengikuti dan menjalankan prinsip-prinsip yang diatur oleh UNIDROIT.
Peraturan
Presiden (selanjutnya disebut dengan Perpres) tersebut telah membuka lebar pintu harmonisasi
hukum bagi Indonesia dalam konteks hukum
kontrak internasional untuk menghilangkan hambatan pelaksanaan
perdagangan internasional.
Sudah sepatutnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam UPICCs bisa dijadikan sebuah sistem hukum
tulen yang mengatur secara lebih lengkap,
terstruktur, fleksibel, dan mengakomodir perkembangan perdagangan
internasional.
Dimana
hal-hal yang dapat dijadikan urgensi bagi Indonesia dari UPICCs adalah: KUHPerdata sama
sekali tidak mengatur kontrak baku padahal dalam kegiatan dagang baik dalam
lingkup nasional maupun internasional kontrak semacam ini lazim digunakan.
Dalam UPICCs, kontrak baku telah diatur secara proporsional yaitu berkaitan
dengan perlindungan pihak yang lemah dalam Syarat Baku sebagiamana diatur dalam
Pasal 2.1.19 sampai Pasal 2.1.22 UPICCs.
KUHPerdata
tidak mengatur keadaan apabila kontrak tidak terlaksana akibat perubahan
keadaan yang fundamental, misalnya krisis ekonomi yang terjadi diIndonesia
beberapa tahun silam telah menyebabkan banyak kontrak tidak dapat diselesaikan.
Dimana akibat hukum bila terjadi kesulitan (hardship) dapat dilihat dalam
Pasal 6.2.3 UPICCs.
Pada
tanggal 10 Maret sampai dengan 11 April 1980, diselenggarakan konferensi oleh
Perserikatan Bangssa-Bangsa (PBB) yang diprakarsai oleh The United
Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). Konferensi ini
berhasil menghasilkan kesepakatan mengenai hukum materiil yang mengatur
perjanjian jual beli (barang) internasional yaitu Contracts for the International
Sales of Goods (CISG). Selain itu konvensi ini juga sering disebut dengan
Konvensi Jual Beli 1980 (Konvensi Vienna 1980). Tugas utamanya adalah
mengurangi perbedaan-perbedaan hukum di antara negara-negara anggota yang dapat
menjadi rintangan bagi perdagangan internasional dan CISG mengkhususkan pada
kontrak jual beli internasional.
Dengan
status CISG sebagai hukum dagang internasional yang diterima secara luas di
negara-negara di dunia secara internasional, maka perlunya urgensi untuk
meratifikasi CISG ini oleh Pemerintah Indonesia. Dimana sampai saat ini
Pemerintah Indonesia belum meratifikasi CISG. Dari fakta yang menunjukkan bahwa
Pemerintah Indonesia merasa belum perlu meratifikasi CISG, akan tetapi
kenyataan dilapangan Indonesia membutuhkan ratifikasi CISG.
Dimana
di Indonesia belum ada pengaturan khusus yang mengatur tentang jual beli
internasional, tampak bahwa ketentuan-ketentuan jual beli dalam Pasal 1457-1540
KUHPerdata Buku III Bab V memang difokuskan pada ketentuan jual beli domestik,
bukan internasional. Dalam KUHPerdata tidak mengatur penggunaan hukum kebiasaan
dagang internasional dan tidak mengatur penggunaan aturan hukum perdata
internasional untuk memecahkan masalah yang muncul dari kontrak jual beli
internasional.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) merupakan
ketentuan hukum yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang
diundangkan dengan maklumat tanggal 30 April 1847, Stb. 1847, Nomor 23,
sedangkan di Indonesia diumumkan dalam Stb. 1848. Berlakunya KUHPerdata
berdasarkan pada asas konkordasi. Ketentuan hukum yang mengatur tentang
Hukum kontrak diatur dalam Buku III KUHPerdata, yang terdiri atas 18 bab dan
631 pasal. Dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUHPerdata.
Penelitian ini membatasi pada objek ketentuan beberapa prinsip Hukum Kontrak
pada umumnya dari Buku III Bab II dari Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 dan
ketentuan jual beli pada umumnya yang terdapat pada Bab V Pasal 1457 sampai
dengan Pasal 1540 KUHPerdata. Kemudian akan dibandingkan dengan ketentuan
kontrak pada UPICCs dan pada aturan CISG.
Untuk
menghadapi perbedaan pilihan hukum ini, sebenarnya ada 3 teknik yang dapat
dilakukan:
Negara-negara
sepakat untuk tidak menerapkan hukum nasionalnya. Sebaliknya mereka menerapkan
hukum perdagangan internasional untuk mengatur hubungan-hubungan hukum
perdagangan mereka.
1.
Apabila
aturan hukum perdagangan internasional tidak ada dan atau tidak disepakati oleh
salah satu pihak, maka hukum nasional suatu negara tertentu dapat digunakan.
2.
Dengan
melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum
perdagangan internasional. Teknik ketiga ini dipandang cukup efisien.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, serta agar permasalahan yang
akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai
tujuan yang diinginkan, maka permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis
adalah :
1.
Bagaimanakah
pengaturan hak dan kewajiban penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli
internasional bila di tinjau dari ketentuan UPICCs, konvensi CISG dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia?
2.
Bagaimana
suatu perjanjian jual beli internasional dapat dikatakan berlaku bagi para
pihak sesuai dengan ketentuan UPICCs, konvensi CISG dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia?
3.
Bagaimana
ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya perjanjian jual beli
menurut UPICCs, konvensi CISG dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia?
TUJUAN PENELITIAN
Peneliti mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1.
Untuk
mengetahui pengaturan hak dan kewajiban penjual dan pembeli dalam perjanjian
jual beli internasional bila di tinjau dari ketentuan UPICCs, konvensi CISG dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui suatu perjanjian jual beli internasional dapat dikatakan berlaku
bagi para pihak sesuai dengan ketentuan UPICCs, konvensi CISG dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui ketentuan biaya ganti rugi akibat tidak terpenuhinya Perjanjian jual
beli menurut UPICCs, konvensi CISG dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
Indonesia.
MANFAAT
PENELITIAN
1.
Dapat
menjadi referensi, kepustakaan, serta bahan kajian lebih lanjut untuk
memecahkan masalah terkait bagi rekan-rekan mahasiswa fakultas hukum dan
kalangan lain yang berminat.
2.
Menjadi
bahan bacaan dan sumber pengetahuan bagi masyarakat umum yang mempunyai
perhatian dan kepedulian terhadap persoalan-persoalan hukum.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini bersifat
deskriptif analisis serta menggunakan Comparative Legal Study (Perbandingan
Hukum). Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengaturan
Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam UPICCs, CISG dan KUHPerdata Indonesia UPICCs
Dalam
transaksi internasional, pada dasarnya kepentingan importir dan eksportir sama
dengan kepentingan pembeli dan penjual dalam transaksi domestik. Importir ingin
mendapatkan barang yang dibayarnya, dan penjual ingin mendapatkan pembayaran
untuk barang yang telah diserahkannya. Setiap pendukung pemegang hak dan
kewajiban menurut hukum internasional secara tersimpul berarti adanya kemampuan
untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban
tersebut.
Pengaturan
hak-hak dan kewajiban dalam UPICCs tidak hanya kepada penjual dan tapi juga
kepada para pihak yang terkait dengan perjanjian, baik itu kepada penjual, pembeli,
agen dan juga pihak ketiga. Pengaturan hak dan kewajiban dalam UPICCs tidak
hanya kepada pembeli tapi juga kepada para pihak yang terkait dengan
perjanjian, baik itu kepada penjual, pembeli, agen dan juga pihak ketiga.
Ketentuan
CISG hanya mengatur secara khusus mengenai kewajiban para pihak sebagaimana
ditentukan dalam bab II tentang kewajiban penjual dan bab III dalam CISG yang
menyebutkan tentang kewajiban pembeli. Secara timbal balik dapat disimpulkan
bahwa kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli demikian pula sebaliknya.
Adapun
hak-hak dari penjual ditinjau dari KUHPerdata Indonesia adalah:
-
Hak
menyatakan batal demi hukum, apabila pembeli tidak membayar harga pembelian. Penjual berhak
untuk tidak menyerahkan barang yang dijualnya, jika si pembeli belum membayar
harganya, sedangkan si penjual tidak telah mengijinkan penundaan pembayaran
kepadanya.
-
Penjual
di beri kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan
dari suatu janji, dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali
barang yang dijualnya, dengan mengembalikan harga pembelian asal, dengan
disertai penggantian.
Dalam
Pasal 1474 KUHPerdata ada 2 (dua) kewajiban utama bagi penjual, yaitu :
-
Kewajiban
menyerahkan hak milik yang diperjualbelikan meliputi segala perbuatan yang
menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual
belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.
-
Menanggung
kenikmatan atas barang tersebut dan menanggung terhadap kerusakan-kerusakan
tersembunyi.
Berlakunya
Perjanjian Internasional sesuai ketentuan UPICCs, CISG dan KUHPerdata
Indonesia.
Pasal
2.1.1 UPICCs yang berbunyi: “A contract may be concluded either by acceptance
of an offer or by conduct of the parties that is sufficient to show agreement”.
Suatu perjanjian dapat ditutup baik oleh penerimaan (acceptance) dari
sebuah penawaran (offer) atau oleh tingkah laku para pihak yang dianggap
cukup untuk menunjukkan kesepakatan.
Adanya kesepakatan (agreement) di
antara para pihak cukup untuk membentuk kontrak. Kesepakatan terbentuk
melalui proses penawaran (offer) dalam Pasal 2.1.2 dan penerimaan
(acceptance) dalam Pasal 2.1.6 UPICCs. Kesepakatan dapat dianggap
terbentuk walaupun saat yang pasti dari pengajuan offer dan acceptance
tidak tampak dengan jelas. Dalam situasi seperti ini, persetujuan (agreement)
harus dibuktikan dari perilaku para pihak (conduct of the parties). Suatu
perjanjian dapat saja dianggap terbentuk apabila terdapat kehendak dari
para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam kontrak (intention to be bound
by a contract). Adapun syarat agar suatu penawaran (proposal) dapat dianggap sebagai Penawaran, yaitu:
Isinya cukup pasti sehingga dengan acceptance saja kontrak dapat
dianggap terbentuk. Menunjukkan kehendak pihak offeror untuk terikat pada
tawarannya, seandainya tawarannya diterima oleh offeree.
Jadi, walaupun persyaratan-persyaratan
tertentu belum dimuat di dalam proposal, tawaran dapat dianggap offer
apabila persyaratan-persyaratan itu dapat ditentukan kemudian (harus
ditetapkan secara kasuistis). Penawaran yang tidak memenuhi syarat niat
untuk terikat (intention to be bound) akan dianggap sebagai ajakan
untuk menawarkan (invitation to offer) atau negosiasi pembuka (opening
negotiations) saja.
KESIMPULAN
1.
Pengaturan
hak dan kewajiban penjual dan pembeli dalam UPICCs tidak begitu diatur secara
tegas, namun dapat ditafsirkan bahwa pengaturan hak dan kewajiban dilebih
difokuskan kepada pengaturan hak dan kewajiban para pihak, agen dan pihak
ketiga. Dalam CISG, hak dan kewajiban para pihak lebih diatur secara tegas
dalam Bab II dan Bab III CISG, namun para pihak di perbolehkan menyampingkan
ketentuan CISG baik secara keseluruhan maupun sebagian dan salah satu pihak
dapat merancang pilihan hukum dari salah satu negara para pihak sebagai pilihan
hukum. Dalam KUHPerdata, pengaturan hak dan kewajiban penjual adalah dengan
menyerahan barang yang telah dibayar, dapat membeli kembali barang yang telah
dijual namun harus ada biaya penggantian, sedangkan hak dan kewajiban pembeli
adalah membayar harga barang yang dibeli, berhak menuntut pembatalan pembelian
jika barang tidak diserahkan karena lalai. Hak dan kewajiban para pihak
tersebut harus diiringi dengan itikad baik sehingga hak dan kewajiban tersebut
terlaksana dengan baik dan adil.
2.
Dalam
UPICCs, berlakunya suatu perjanjian secara internasional apabila para pihak
berada pada negara yang berbeda (ada unsur asing didalamnya) dan saling
mengikatkan diri dengan kesepakatan, dimana kesepakatan tersebut harus diawali
dengan suatu penawaran oleh salah satu pihak yang ditutup dengan penerimaan (acceptance)
dari pihak lainnya, dan menjadi efektif bila indikasi persetujuan mencapai
sipenawar. Demikian juga dalam CISG, suatu perjanjian internasional dapat
dikatakan berlakunya apabila terdapat unsur asing dalam perjanjian tersebut dan
subjek dan objek hukum dalam perjanjian berada pada negara yang berbeda dan
kontrak yang disepakati para pihak baik secara lisan akan mengikat pada saat
penerimaan penawaran menjadi efektif serta mencapai pihak yang ditawari. Dalam
KUHPerdata, Suatu Perjanjian dapat mengikat dan berlaku apabila terpenuhinya
syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat, kecakapan, suatu hal tertentu dan sebab
yang halal serta didukung oleh subjek dan objek hukum yang dibenarkan oleh UU
serta tidak bertentangan dengan UU.
DAFTAR
PUSTAKA
Adolf, Huala.
Hukum Perdagangan Internasional-Prinsip-prinsip dan Konsepsi Dasar. Bandung:
PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
____________.
Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: Refika
Aditama, 2008.
Hinkelman,
Edward G. Metode Pembayaran Bisnis Internasional. Jakarta: PPM,
2002.
Kusumaatmadja,
Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni,
2003.
Miru,
Ahmadi. Hukum Kontrak. Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Prodjodikoro,
Wirjono. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: CV. Bandar
Maju, 2011.
Salim.
Perancangan Kontrak dan Memorandum of
Understanding-MoU.Mataram:
Sinar Grafika, 2006.
Smith
Len Young. Man, Richard A et.al. Business Law and the Regulation of
Business-Second
Edition. United States of America: West Publishing Co,
1987.
Shippey,
Karla C. Menyusun Kontrak Bisnis Internasional-Panduan Menyusun
Draf Kontrak Bisnis Internasional. Jakarta:
PPM, 2001.
Soekanto,
Soerjono. Pengantar Laporan Hukum. Jakarta: UI Press, Jakarta, 2007.
Sirait,
Ningrum Natasya. Hukum Kontrak Bisnis. Diktat Hukum Perusahaan.
Medan:
Magister Kenotariatan USU, 2010.
Widjaja,
Gunawan. Transaksi Bisnis Internasional-Ekspor Impor dan Imbal Beli.
Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
_______________.
Jual Beli. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Komentar
Posting Komentar